MAKALAH
TENTANG ASPEK PENATAAN RUANG DAN PERIJINAN UNTUK MELAKSANAKAN PROYEK
PEMBANGUNAN
DISUSUN
OLEH :
ANDIKA
WAHYU SAPUTRA
TENDRI
ANGKAOLA
JURUSAN
TEKNIK SIPIL
FAKULTAS
TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2018
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Penataan tata
ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana tata
ruang. Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan pendekatan wilayah
administraftif dengan muatan substansi mencakup rencana struktur ruang dan rencana
pola ruang. Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai
strategis kawasan atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi yang dapat
mencakup hingga penetapan blok dan bublok peruntukan. Penyususnan rencana rinci
dimaksudkan sebagai operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar
penetapan peraturan zonasi.
Peraturan zonasi
merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan
ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok atau zona peruntukan yang
penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang
wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci
tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga
pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai
dengan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
Pengendalian
pemanfaatan ruang tersebut dilakukan melalu perizinan pemanfaatan ruang.
Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan
ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencan
tata ruang. Izin pemanfaatan ruang diatgur dan diterbitkan oleh pemerintgah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenanganya masing-masing. Pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin
maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi administrative, sanksi pidana
penjara, atau sanksi pidana denda.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalahanya sebagai berikut:
1.
Bagaimana aspek keterkaitan perizinan
dengan pendirian uasaha.
2.
Untuk mengetahui bahwa aspek
lingkungan hidup ternyata berperan penting dalam pemberian izin usaha.
1.3
TUJUAN
Adapun tujuan
dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui konsep dasar penataan
ruang
2.
Mengetahui aspek hukum penataan ruang
dan wewenang pengelola dalam perencanaan kota
3.
Untuk memahami mengenai hubungan antara
aspek penataan ruang dan perizinan pembangunan proyek.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
KONSEP DASAR PENATAAN RUANG
Konsep penataan
ruang wilayah adalah pemanfaatan pembangunan yang harus mengacu pada beebrapa
aspek seperti keamanan, produktifitas serta dapat bermanfaat secara luas bagi
semua lapisan masyarakat.
Penyusuanan
rencana tata ruang wilayah nasional harus mem-perhatikan hal-hal berikut:
1.
Wawasan Nusantara dan ketahanan
Nasional
2.
Perkembangan permasalahan regional dan
global, serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional
3.
Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan
serta stabilitas ekonomi
Aspek lain yang
harus menjadi perhatian dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Nasional adalah:
1.
Keselarasan aspirasi pembangunan nasional
dan pembangunan daerah;
2.
Daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup;
3.
Rencana pembangunan jangka panjang
nasional;
4.
Rencana tata ruang kawasan strategis
nasional; dan
5.
Rencana tata ruang wilayah provinsi
dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Tujuan dari
penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional, yaitu:
1.
Mewujudkan wilayah nasional yang aman,
maksudnya situasi masyarakat dapat menjalankan aktivitas kehidupannya dengan
terlindungi dari berbagai ancaman.
2.
Mewujudkan wilayah nasional yang
nyaman, yakni suatu keadaan masyarakat dapat mengartikulasikan (berperan
mewujudkan atau mengaktualisasikan sesuatu dalam kehidupannya secara nyta)
nilai sosial budaya dan fungsinya dalam suasana yang tenang dan damai.
3.
Mewujudkan wilayah nasional yang
produktif, maksudnya proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien
sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat,
sekaligus meningkatkan daya saing.
4.
Mewujudkan wilayah nasional yang
berkelanjutan, maksudnya kondisi kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan
bahkan dapat ditingkatkan, termasuk pula antisipasi untuk mengembangkan
orientasi ekonomi kawasan setelah habisnya SDA tak terbarukan.
2.2
ASPEK HUKUM PENATAAN RUANG
Pengaturan
kebijakan tata ruang secara operasional dapat dilihat pada GBHN yang
pada masa sekarang GBHN 1999 pada pengaturan persoalan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup (pada GBHN selanjutnya juga ditemukan istilah Tata Ruang).
Pada prinsipnya sebetulnya kebijakan tentang penataan ruang di Indonesia,
khususnya pada masa Orde Baru, telah dilaksanakan secara programatik.
Dalam Pembangunan Lima Tahun (Pelita), dikembangkan pembinaan tata ruang
melalui kegiatan:
1.
Tata guna tanah, yakni pemetaan penggunaan
tanah dan kemampuan tanah
2.
Tata kota dan daerah, yakni penyusunan
rencana pengembangan kota dan daerah; dan
3.
Tata agraria, yakni pendaftaran,
penertiban, serta pengawasan hak-hak atas tanah.
2.3
PENGATURAN PENATAAN RUANG DALAM UU NO.
24/1992
Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam Pengaturan Penataan Ruang di Indonesia adalah sebagai
berikut:
1.
Penjelasan Pasal 10 ayat (3) UULH No.
4/1982 menyatakan, bahwa wewenang pengaturan sebagaimana tersebut dalam ayat
(3) batang tubuh UULH meliputi antara lain tatanan ruang yang merupakan sistem
pengaturan ruang sebagai upaya sadar untuk mengatur hubungan antara berbagai
kegiatan dan fungsi mencapai keserasian dan keseimbangan, setelah UU No. 4/1982
diganti dengan UU. No. 23/1997 pengaturan penataan ruang ini dapat
diinterpretasikan dari Pasal 2, 3, 4, 8, 9, 10, 11, dan 12
2.
Penataan ruang sebagaimana yang
dimaksud di atas tersebut di atas diselenggarakan dalam rangka pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Pasal 1 butir 3
UUPLH No. 23/1997 menyatakan, bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan LH, termasuk
seumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,
kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
3.
Sebagai tindak lanjut ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 ayat (3) UU No. 4/1982 (yang telah
digantikan oleh UU. No. 23/1997) tersebut, yaitu pelaksanaan wewenang
pengaturan tata ruang, telah diundangkan pada tanggal 13 Oktober 1992, Undang‑undang
No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (UUPR).
4.
Salah satu pertimbangan ditetapkannya
UUPR adalah bahwa pengelolaan sumber daya alam yang beranekaragam di daratan,
di lautan, dan di udara, perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu
dengan sumber daya manusia dan sumber‑daya buatan dalam pola pembangunan yang
berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata
lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan
hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan, yang berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Dengan diundangkannya UUPR, maka
Stadsvormingsordonnantie 1948 (beserta Stadsvormingsverordening 1949)
dinyatakan tidak berlaku lagi.
5.
Pasal 4 ayat (1) UUPR menyatakan,
bahwa setiap orang berhak, menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai
ruang sebagai akibat penataan ruang. Penjelasan ayat ini menyatakan, bahwa yang
dimaksud dengan orang adalah orang seorang, kelompok orang, atau badan hukum. Pengertian
orang ini adalah sama dengan pengertian orang sebagimana tercantum dalam
penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No. 4/1982 (UULH UU No. 23/1997 Pasal 1 point
24). selanjutnya penjelasan ayat ini menyatakan, bahwa pemerintah berkewajiban
melindungi hak setiap orang untuk menikmati manfaat ruang.
2.4
WEWENANG PENGELOLA DALAM PERENCANAAN
KOTA
Menurut Prajudi
Atmosudirjo membedakan pengertian-pengertian kewenangan dan wewenang.
Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau kekuasaan
terhadap suatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat.
Sedangkan wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum
publik, misalnya wewenang menandatangani surat-surat izin seorang pejabat atas
nama menteri, sedangkan kewenangan tetap berada di tangan menteri.
Adapun yang
menjadi wewenang Pemerintah Daerah Provinsi dalam penataan ruang terdapat dalam
UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang terdapat dalam Pasal 10, yang
berbunyi:
1.
Wewenang pemerintah daerah provinsi
dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
a.
Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan
terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta
terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan
kabupaten/kota.
b.
Pelaksanaan penataan ruang wilayah
provinsi
c.
Pelaksanaan penataan ruang kawasan
strategis provinsi, dan
d.
Kerja sama penataan ruang
antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antar
kabupaten/kota.
2.
Wewenang pemerintah daerah provinsi
dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a.
Perencanaan tata ruang wilayah
provinsi
b.
Pemanfaatan ruang wilayah provinsi,
dan
c.
Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
provinsi
3.
Dalam penataan ruang kawasan strategis
provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah provinsi
melaksanakan:
a.
Penetapan kawasan strategis provinsi
b.
Perencanaan tata ruang kawasan
strategis provinsi;
c.
pemanfaatan ruang kawasan strategis
provinsi; dan
d.
pengendalian pemanfaatan ruang kawasan
strategis provinsi.
4.
Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf c dan huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah
kabupaten/kota melalui tugas pembantuan.
5.
Dalam rangka penyelenggaraan penataan
ruang wilayah provinsi, pemerintah daerah provinsi dapat menyusun petunjuk
pelaksanaan bidang penataan ruang pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
6.
Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pemerintah
daerah provinsi:
a.
menyebarluaskan informasi yang
berkaitan dengan:
1)
rencana umum dan rencana rinci tata
ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;
2)
arahan peraturan zonasi untuk system
provinsi yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi;
dan
3)
petunjuk pelaksanaan bidang penataan
ruang;
b.
melaksanakan standar pelayanan minimal
bidang penataan ruang.
7.
Dalam hal pemerintah daerah provinsi
tidak dapat memenuhi standard pelayanan minimal bidang penataan ruang,
Pemerintah mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2.1
HUBUNGAN ANTARA ASPEK PENATAAN RUANG
DAN PERIZINAN PEMBANGUNAN PROYEK.
Ruang merupakan
aset besar Negara Indonesia yang harus dimanfaatkan secara terkoordinasi,
terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor kelestarian
lingkungan untuk menopang pembangunan nasional demi tercapainya masyarakat yang
adil dan makmur yang berkaitan dengan amanat penataan ruang wilayah Negara RI
yaitu Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Tata ruang adalah
wujud susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial,
lingkungan buatan yang secara struktural hubungan satu dengan lainnya membentuk
tata ruang dan pola pemanfaatan ruang dengan baik, diantaranya meliputi pola
lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri dan pola penggunaan tanah
pedesaan dan perkotaan. Jadi, Penataan ruang adalah proses perencanaan ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Berdasarkan UUBG pasal 26
Ayat (1)
menerangkan bahwa izin pemanfaatan
ruang adalah izin yang berkaitan dengan lokasi, kualitas ruang, dan tata
banguna yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, hukum adat, dan
kebiasaan yang berlaku. Yang dibatalkan dalam ayat ini adalah izin pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai, baik yang telah ada sebelum atau sesudah adanya
Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang
ditetapkan berdasarkan undang-undang ini.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan iktikad baik
adalah perbuatan pihak pemanfaatan ruang yang mempunyai bukti hukum sah berupa
perizinan berkaitan dengan pemanfaatan ruang dengan maksud tidak untuk
memperkaya diri sendiri dan tidak merugikan pihak lain.
Atas dasar di atas maka setiap
pengembang jika ingin membangun harus memiliki izin terlebih dahulu karena
sudah jelas bahwa ruang adalah milik Negara dan pemanfaatannya harus memiliki
izin. Pembangunan suatu gedung (rumah) dapat dilaksanakan setelah rencana
teknis bangunan gedung disetujui oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk izin
mendirikan bangunan (Pasal 35 ayat [4] UUBG). Memiliki IMB merupakan kewajiban
dari pemilik bangunan gedung (Pasal 40 ayat [2] huruf b UUBG).
Menurut Pasal 15 ayat [1] PP 36/2005,
permohonan IMB kepada harus dilengkapi dengan;
Tanda bukti status kepemilikan hak
atas tanah atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah; Data pemilik bangunan
gedung; Rencana teknis bangunan gedung; dan Hasil analisis mengenai dampak
lingkungan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan.
Lalu apa yang bisa terjadi kalau
pemilik tidak memiliki ijin? Pemilik rumah dapat dikenakan sanksi
penghentian sementara sampai dengan diperolehnya izin mendirikan bangunan gedung
(Pasal 115 ayat [1] PP 36/2005). Pemilik bangunan gedung yang tidak memiliki
izin mendirikan bangunan gedung dikenakan sanksi perintah pembongkaran (Pasal
115 ayat [2] PP 36/2005). Selain sanksi administratif, pemilik bangunan juga
dapat dikenakan sanksi berupa denda paling banyak 10% dari nilai bangunan yang
sedang atau telah dibangun (Pasal 45 ayat [2] UUBG).
Tetapi bagaimana jadinya jika ternyata
gedung tersebut terlambat terdeteksi dan terlanjur selesai di bangun. Maka
peraturan yang mengatur itu adalah Pasal 48 ayat (3) UUBG
Berdasarkan Pasal 48 ayat (3) UUBG
disebutkan bahwa:
“Bangunan gedung yang telah berdiri,
tetapi belum memiliki izin mendirikan bangunan pada saat undang-undang ini
diberlakukan, untuk memperoleh izin mendirikan bangunan harus mendapatkan
sertifikat laik fungsi (SLF) berdasarkan ketentuan undang-undang ini.”
BAB
III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai
kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, merupakan karunia Tuhan Yang
Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola
secara berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan makna
yang terkandung dalam falsafah dan dasar negara Pancasila. Dalam Undang-Undang
tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa negara menyelenggarakan penataan ruang,
yang pelaksanaan wewenangnya dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
dengan tetap menghormati hak yang dimiliki oleh setiap orang.
3.2
SARAN
Dengan di berikannya salah satu sturuktur oraganisasi,
belum diberikan keterangan tentang peran yang dilakukan dalam mengerjakan suatu
organisasi dari aspek jasa konstruksi.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.penataanruang.com/tugas-dan-wewenang.html
https://www.academia.edu/10424415/Aspek_Hukum_Penyelenggaraan_Tata_Ruang_dan_Pertanahan_dalam_Perspektif_PP_Nomor_15_Tahun_2010_tentang_Penyelenggaraan_Penataan_Ruang
http://trtb.pemkomedan.go.id/artikel-979-aspek-hukum-penataan-ruang-di-indonesia.html##ixzz5X25jesxP
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial No Derivatives
http://trtb.pemkomedan.go.id/artikel-1012-g.html
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial No Derivatives
http://trtb.pemkomedan.go.id/artikel-1012-g.html
https://strafaelyudistira.wordpress.com/2013/11/10/izin-dan-tata-ruang/
https://hukumpress.blogspot.com/2016/09/makalah-perencanaan-pembangunan-tata.html
No comments:
Post a Comment