PROYEK HAMBALANG
Kasus Hambalang Proyek
Hambalang dimulai sekitar tahun 2003. Secara kronologis, proyek ini bermula
pada Oktober Tahun 2009. Saat itu Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olah Raga)
menilai perlu ada Pusat Pendidikan Latihan dan Sekolah Olah Raga pada tingkat
nasional. Oleh karena itu, Kemenpora memandang perlu melanjutkan dan
menyempurnakan pembanugnan proyek pusat pendidikan pelatihan dan sekolah
olahraga nasional di Hambalang, Bogor. Selain itu juga untuk mengimplementasikan
UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Pada 30 Desember
2010, terbit Keputusan Bupati Bogor nomor 641/003.21.00910/BPT 2010 yang berisi
Izin Mendirikan Bangunan untuk Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga
Nasional atas nama Kemenpora di desa Hambalang, Kecamatan Citeureup-Bogor. Atas
keberlanjutan tersebut, maka Pembangunan Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Prestasi Olahraga Nasional mulai dilaksanakan tahun 2010 dan direncanakan
selesai tahun 2012.
Peristiwa amblasnya
tanah di kawasan Proyek Hambalang pekan mendapat banyak perhatian. Bermula dari
hujan yang cukup deras, tiba-tiba tanah di sekitar dua bangunan: Lapangan
Indoor dan Power House amblas sedalam 2 hingga 5 meter diikuti dengan rubuhnya
dua bangunan tersebut. Proyek akhirnya dihentikan sementara sambil menunggu
penyelidikan tanah yang lebih detail dari pihak yang berkompeten untuk mencari
penyebab peristiwa ini.
Proyek Hambalang
dilaksanakan di Hambalang Desa Citeurep Sentul Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Kondisi geologi di daerah ini merupakan batuan vulkanik yang mengalami
pelapukan, (lapisan lempung dan lanau) yang kemudian terkompaksi melalui proses
tekanan dalam jangka waktu yang lama. Batuan lempung tersusun dari lapisan-lapisan
tipis sehingga mudah sekali pecah menjadi serpihan-serpihan(=disebut juga
shale). Tanah lempung yang terbentuk dari shale dikenal dengan nama clay shale.
Ketika dalam kondisi kering, ia menyusut dan mengeras, namun ketika menyerap
air, ia akan mengembang dan pada batas tertentu akan kehilangan gaya gesernya
sehingga penurunan tanah bisa terjadi tiba-tiba bahkan dengan akibat beratnya
sendiri. Dikarenakan oleh sifat kembang-susutnya, tanah clay shale dapat
digolongkan sebagai tanah ekspansif (Expansive soil ) atau tanah yang mudah
kolaps ( collapsing soil ). Oleh karena itu, jenis lapisan tanah ini kurang
cocok sebagai tanah dasar pondasi.
Sejak awal proyek
Hambalang diduga diliputi banyak penyimpangan. Selain aroma korupsi yang
melingkupinya, kondisi tanahnya yang labil sebenarnya tak cocok untuk
konstruksi bangunan bertingkat.
1. Kawasan Cincin
Api
Pada bukit Hambalang tak layak dibangun kompleks olahraga. Alasannya, area tersebut berada di jalur ring of fire karna di situ ada Gunung Gede dan Gunung Galunggung, semuanya rangkaian gunung berapi
Pada bukit Hambalang tak layak dibangun kompleks olahraga. Alasannya, area tersebut berada di jalur ring of fire karna di situ ada Gunung Gede dan Gunung Galunggung, semuanya rangkaian gunung berapi
2. Kontur Tanah
Lahan Hambalang mulanya adalah perbukitan dengan tingkat kemiringan mencapai 45 derajat atau lebih, rencana awal hanya dirancang bangunan dua lantai berbentuk huruf L
Lahan Hambalang mulanya adalah perbukitan dengan tingkat kemiringan mencapai 45 derajat atau lebih, rencana awal hanya dirancang bangunan dua lantai berbentuk huruf L
3. Rawan Longsor
Jenis tanah di Hambalang itu cleyshale atau tanah ekspansif. Tanah mudah longsor dan mengalami pelapukan
Jenis tanah di Hambalang itu cleyshale atau tanah ekspansif. Tanah mudah longsor dan mengalami pelapukan
4. Curah Hujan
Tinggi
Wilayah Bogor merupakan daerah dengan curah hujan tertinggi di Indonesia. Struktur tanahnya labil akibat guyuran hujan deras disertai petir.
Wilayah Bogor merupakan daerah dengan curah hujan tertinggi di Indonesia. Struktur tanahnya labil akibat guyuran hujan deras disertai petir.
5. Spesifikasi
Konstruksi
Diduga kualitas spesifikasi konstruksi bangunan di bawah standar. Hal ini terjadi karena pengerjaan proyek disubkontrakkan hingga beberapa lapis. Subkontraktor diketahui mencapai 17 perusahaan, termasuk PT Dutasari Citralaras, yang mensubkan lagi ke PT Bestido dan PT Kurnia Mutu.
Diduga kualitas spesifikasi konstruksi bangunan di bawah standar. Hal ini terjadi karena pengerjaan proyek disubkontrakkan hingga beberapa lapis. Subkontraktor diketahui mencapai 17 perusahaan, termasuk PT Dutasari Citralaras, yang mensubkan lagi ke PT Bestido dan PT Kurnia Mutu.
No comments:
Post a Comment